“ Ram, mana
oleh-oleh dari Koreanya...?”. Tagih salah satu teman kantorku. Aku tahu, karena
setiap kali ada yang liburan pasti ujung-ujungnya akan ditanya oleh-oleh. Dan
aku memang sudah mempersiapkannya. Namun diluar segala pernak-pernik oleh-oleh
dan lain sebagainya, aku justru mendapatkan satu pembelajaran yang sangat
berharga. Pelajaran yang berharga itu aku dapat dari gadis Korea bernama Yuna.
***
Gadis
itu bernama Yuna. Ya, dia adalah gadis asli Korea yang aku temui saat itu.
Gadis yang berhasil membuatku terkesan bahkan disaat aku hanya beberapa hari
ada dinegeri ginseng Korea. Pertemuan awalku dengan gadis berwajah manis dengan
style rambut panjangnya yang khas itu adalah berawal dari Myeongdong Marcet. Saat
dimana aku tengah iseng jalan-jalan mencari buah tangan untuk teman-temanku di Indonesia.
Aku memang tengah liburan dinegara tempat asalnya girlband K-Pop yang mendunia
SNSD atau Girls’ Generation itu.
Pertemuanku dengan Yuna sebenarnya
tidak sengaja. Saat itu aku sedang bermasalah dengan tawar menawar dengan
seorang pedagang karena keterbatasan bahasa Koreaku dan terlebih kebanyakan
orang Korea sulit berbahasa Inggris. Disaat tawar menawar yang alot datanglah Yuna.
Dia berhasil membatalkan amarah ahjuma[1]
yang hampir saja meledak kearahku karena kesal. Atau lebih tepatnya dia
mengalihkan amarah si ahjuma pada
dirinya.
“
Ya...omoeni..., kasih saja dia harga yang murah...dia ini turis..., siapa tau
dengan kita memberi harga murah dia bisa mempromosikan wisata kita diluar”. Ucap
Yuna langsung nyerocos. Si ahjuma
yang sadar dirinya tengah didikte oleh gadis muda langsung tambah kesal dan
balik memaki si gadis. Bahkan makiannya agak sedikit pedas.
“
Ya!!!, kamu pikir kamu siapa??! Urus saja badanmu itu dasar gadis kotor!.
Disini saya yang jualan, kamu tidak usah ikut campur!”. Bentak
si ahjuma dengan nada tinggi.
Walaupun bahasa Koreaku masih minim, tapi sedikit banyak mengerti kalau si ahjuma tengah memaki gadis manis
berambut lurus yang cantik itu.
“
Aish, amoeni...! tidak usah memakiku seperti itu. Aku sudah tau kok, aish”. Balas
si gadis dengan nada kesal, lalu pergi sambil menggerutu.
Jujur,
sejak kejadian itulah aku langsung tertarik dan penasaran dengannya. Penasaran
karena seolah-olah dia bukan gadis yang asing dimata para ahjuma dikawasan perbelanjaan favorit wisatawan asing itu.
Keesokan harinya aku kembali iseng
jalan-jalan di Myeongdong. Sejujurnya aku masih penasaran dengan gadis berambut
lurus kemarin. Dan... pucuk dicinta ulam pun tiba, hari itu pun aku kembali
bertemu dengannya.
Seperti yang aku sampaikan
sebelumnya bahwa Myeongdong merupakan salah satu kawasan favorit belanja turis
asing yang sangat luas. Berbagai macan jenis pertokoan berjejer disepanjang
jalan disini. Mulai dari toko barang-barang bermerk sampai dengan pedagang kaki
lima ada disini. Brand-brand seperti misalnya H&M, Mango, Adidas, Forever
21, Nike dan lain-lain akan memanjakan mata kita. Selain tentunya merk asli
Korea untuk berbagai produk seperti baju, celana, sepatu termasuk juga pakaian
dalam.
Selain pakaian, merk-merk kosmetik
seperti Skinfood, Faceshop, Missha, Tony Moly, Etude dan lain-lain juga
berjejer rapih seolah tak mau kalah. Nah, disalah satu toko kosmetik itulah aku
kembali melihat Yuna. Diam-diam aku memperhatikan dia dari kejauhan. Tidak ada
yang aneh sebenarnya dari apa yang dikerjakan gadis itu. Ternyata dia memang
sehari-harinya sibuk dikawasan Myeongdong sebagai salah satu pelayan toko kosmetik
disana sebagai spg. Normal, terlebih
dia memiliki penampilan yang sangat menawan. Tapi yang aku masih bingung kenapa
beberapa ahjuma disana tega menjulukinya dengan sebutan gadis
kotor. Seolah-olah dia seperti perempuan yang melakukan perkerjaan asusila.
Padahalkan... menjadi spg pekerjaan
yang cukup baik. Apakah hanya karena marah? Entahlah.
Seharian
aku benar-benar terus mengikutinya, so
far it’s normal. Namun menjelang malam kesibukannya mendadak langsung
berubah. Dari kawasan Myeongdong dia beranjak ke kawasan lain yang tidak jauh
dari sana. Aku langsung kaget, karena kawasan yang ia datangi setahuku adalah
sebuah kawasan hiburan malam. Terlebih dia berpakaian agak seksi, tidak seperti
saat di Myeongdong. Langkahku pun akhirnya terhenti, aku tidak mau mengikutinya
sampai masuk tempat hiburan malam itu. Walapun aku tidak tau seperti apa
didalamnya, namun yang pasti disana penuh dengan kebisingan, minuman, dan...
tentu saja wanita seksi yang mungkin berpakaian sama seperti dia. Oke, aku pun
memutuskan untuk menyudahi mencari tau tentangnya. Mungkin apa yang dikatakan
para ahjuma di Myeongdong memang
benar. Gak mungkin ada asap kalau tidak ada api.
***
Saat
liburanku hanya tinggal sehari, aku kembali ke Myeongdong. Bukan untuk melihat Yuna
tentu saja, tapi kali ini benar-benar untuk mencari buah tangan untuk dibawa
pulang ke Indonesia. Namun entah kenapa gadis manis yang sudah coba aku lupakan
itu tiba-tiba muncul dihadapanku. Tapi kali ini, sepertinya dia yang
membutuhkan bantuan. Lebih tepatnya bantuanku. Karena seseorang yang posisinya
lebih dekat dengannya yang seharusnya bisa menolong adalah aku.
Tepat
beberapa langkah didepanku Yuna dihadang oleh tiga orang pria berpakaian rapih
namun terlihat sangat tidak ramah dengannya. Bahkan Yuna beberapa kali terlihat
ditarik paksa oleh salah satu dari tiga pria itu. Awalnya aku ragu untuk
menolongnya, karena mengetahui profesinya sebagai wanita malam, apa yang aku
lihat didepanku itu mungkin hal biasa. Alih-alih malah aku yang akan kena
masalah. Terlebih disini aku hanya sebagai wisatawan.
“
Lepasin! Aku gak mau ikut kalian dan kalian tidak berhak memaksaku!”.
Yuna berusaha melepaskan tangan dari genggaman paksa pria-pria itu. Saat itu
dia masih memakai uniform spg seperti yang aku lihat beberapa hari
lalu.
“
Jangan melawan kalau tidak ingin kami bertindak kasar!”.
Ancam salah satu dari ketiga pria itu kemudian.
Merasa posisinya terpojok dan jelas dia
kalah tenaga, Yuna pun hanya bisa menangis. Melihat itu aku sangat terpanggil.
Aku benar-benar tidak bisa tinggal diam dan hanya melihat hal itu seolah biasa.
Padahal jelas itu sebuah kesewenang-wenangan. Terlepas dari siapa salah dan siapa benar, yang pasti gadis itu
butuh bantuan.
“
Hei, bukankah memaksa seseorang itu bukan hal yang baik?. Let her go”.
Pintaku kemudian pada tiga orang pria itu. Namun, merasa urusannya dicampuri,
salah satu dari ketiganya menghampiriku dan menyuruhku jangan ikut campur.
“
Aku gak akan pergi tanpa gadis itu”. Ucapku lagi sambil
menunjuk Yuna.
“
Memangnya kamu siapanya dia? Orang asing!”. Bentak mereka
dan lagi-lagi tak memperdulikanku.
“
She is my girlfriend!”. Jawabku lagi dan itu berhasil
kembali mengusik ketiganya.
“
Oh, ahhahaha... jangan membual didepan kami orang asing. Hajar dia!”. Perintah
salah seorang dari ketiganya dan aku langsung diserang membabi buta. Pukulan
demi pukulan langsung bersarang ditubuhku dan membuatku terhuyung. Aku tidak
mau kalah dan lantas balas menyerang. Aku orang Indonesia, setidaknya aku
menguasai dasar-dasar silat. Jadi, walaupun agak kewalahan pada akhirnya aku
bisa melumpuhkan tiga orang pria itu sampai mereka pergi.
“
Terima kasih. Ternyata ada seseorang yang masih mau menolongku”. Ucap
gadis cantik itu. Lalu ia menyodorkan tissue untukku. Akibat dikeroyok barusan,
pelipis dan bibirku memang sedikit berdarah.
“
Sekali lagi aku ucapkan banyak terima kasih”. Kali
ini dia bahkan membungkuk sembilan puluh derajat Seolah-olah aku telah
memberikan pertolongan yang sangat besar. Aku pun buru-buru menyuruhnya
berdiri.
“ Tidak usah berlebihan. Aku kebetulan lewat
sini dan sudah seharusnya aku menolong”.
“
Tapi aku tetap berterima kasih. Namaku Yuna”. Ucapnya
lagi sambil mengulurkan tangan mengajakku berkenalan. Dari situlah aku tau
kalau namanya adalah Yuna. Nama yang cantik seperti wajahnya.
“Aku Rama, aku turis dari Indonesia. Mm...,
kalau kamu masih ingat, aku turis yang beberapa hari lalu berurusan dengan
salah satu ahjuma di Myeongdong saat alot tawar menawar barang dan saat itu
kamu datang membantu”. Aku mencoba mengingatkan.
“
Oh, betulkah? Oh jadi kamu turis yang waktu itu ya. Ah kebetulan sekali”.
“
Hahaha iya memang kebetulan. Mm...oh ya, kalau aku boleh tau, kenapa para
ahjuma disana seolah-olah tidak menyukaimu?. Mm..maksudku, kok waktu itu mereka
sampai tega memaki kamu?”. Aku mencoba menggali informasi
langsung dari orangnya. Bukan untuk apa-apa, aku hanya ingin mengetahuinya
secara langsung. Bukan karena praduga
atau spekulasi.
“
Ah itu, mereka tidak menyukaiku karena tau aku pekerja hiburan malam. Aku tidak
menyalahkan mereka atau siapapun yang tidak menyukaiku. Karena memang mereka
tidak tau yang sebenarnya. Aku hanya gadis biasa dari keluarga sederhana, aku
tinggal bersama adik laki-laki yang masih kecil. Kami hanya tinggal berdua
karena kami yatim piatu. Oleh karena itulah aku bekerja sebagai spg di
Myeongdong. Namun itu bukanlah satu-satunya pekerjaanku. Aku juga menjadi
penyanyi di club malam. Tapi hanya sebagai penyanyi, tidak lebih. Walaupun
penampilanku memang menyesuaikan suasana disana. Aku bernyanyi disitu karena
bayarannya lumayan untuk kebutuhanku sehari-hari. Bahkan aku bisa menabung dari
honorku itu. Ahjuma yang mengetahui aku kerja diclub malam langsung membenciku,
awalnya hanya beberapa orang. Tapi kelamaan semuanya tau. Ah tapi sudahlah,
bagiku itu hal kecil. Tak masalah bagiku walau orang menilaiku jelek, asalkan
kenyataanya aku tidak melakukan hal yang jelek”. Sambil
berjalan menyusuri Mall masih dikawasan Myeongdong Yuna akhirnya bercerita
panjang lebar. Dari caranya bercerita aku tau kalau dia gadis baik-baik.
“
Mm... sebelumnya maaf kalau aku banyak ikut campur. Tapi... kalau boleh tau
kenapa kamu sampai dipaksa oleh komplotan tadi?”. Tanyaku
lagi.
“
Mereka adalah anak buah dari salah satu kelompok geng dikota ini. Selama aku
menyanyi diclub itu, ternyata ada bos yang tertarik denganku dan mengajakku
kencan. Tentu aku menolaknya, karena setiap kencan yang berawal dari club
selalu berujung...,ah kamu tau lah yang aku maksud. Tapi sepertinya penolakanku
menyinggung bos itu. Sehingga anak buahnya selalu mengikuti keseharianku dan
selalu berusaha memaksaku. Dan tadi itu adalah kesekian kalinya mereka berusaha
memaksaku”.
“
Bagaimana kalau mereka nanti datang menemuimu lagi?”. Tiba-tiba
aku khawatir padanya.
“
Semoga saja tidak, toh aku juga berencana pindah keluar kota. Aku masih punya
teman yang mau menampungku di Ansan”.
“
Oh syukurlah kalau begitu. Oh ya, jadi kamu berbakat menyanyi? Lalu kenapa
tidak mengisi di caffe-caffe saja? Bukankah itu lebih aman, atau... mencoba
peruntungan sebagai artis mungkin. Apalagi... kamukan cantik”. Setelah
mendengar ceritanya, empatiku langsung muncul. Ternyata aku memang terlalu
cepat menilai seseorang.
“
Ya, aku memang terlalu ceroboh untuk memasuki dunia hiburan malam. tidak aku
pungkiri, aku tergiur oleh honornya yang lebih tinggi dan aku menyesal. Untuk dunia
artis, ah tidak, aku ingin bisa terus bersama dengan adikku. Menjadi artis
hanya akan menghabiskan waktuku. Walaupun mungkin aku akan punya segalanya,
namun sejatinya aku tidak punya kebebasan”. Aku terkesan
dengan penjelasan dan cerita Yuna. Gadis cantik itu benar-benar telah
mengecohku. Aku sudah salah menilainya.
“
Oh... jadi begitu. Ya, setiap orang memang mempunyai keputusan akan jalan
hidupnya masing-masing. Tapi kalau aku boleh saran..., kamu pantas mendapatkan
sesuatu yang lebih atas apa yang kamu miliki. Jadi, aku harap kamu bisa
menemukan apa yang terbaik untuk kamu. Dan tetaplah berhati-hati”.
“
Terima kasih Rama. Aku senang bertemu denganmu. Orang Indonesia ternyata memang
baik-baik.”. Ucap Yuna sebelum berpisah denganku dan
aku tak akan pernah bisa melupakan senyum manisnya itu.
***
“ Ram terus lo
sendiri dapet oleh-oleh apa dari Korea? Katanya lo dapet oleh-oleh yang gak
terlupakan, apaan sih?”.
“ Kalian mau tau,
apa mau tau banget?”. Ledekku pada teman-teman kantor yang wajahnya pada
penasaran.
“ Tinggal
tunjukin aja repot amat sih Ram”. Protes salah satu diantara mereka.
“ Oleh-oleh yang
berharga dari sana adalah, ‘Dont jadge
the book bye the cover. Even, every good book need a cover’.
Mendengar
jawabanku semua teman-temanku melohok kebingungan. Sementara aku hanya berlalu
pergi dengan santai sambil tersenyum membayangkan Yuna jauh dinegeri ginseng
sana. Ya, karena dia salah satu yang mengingatkanku bahwa kita tidak berhak
menghakimi orang lain terlebih jika kita belum mengenalnya. Just thingking positively.
The
End
Created
by: Soneboy